BAB I
PENDAHULUAN
Infulenza merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus yang dapat hidup dalam tubuh Obat
antiinfluenza sering dikombinasi dengan antihistamin untuk meningkatkan potensi
dan kegunaannya. Salah satu contohnya adalah kombinasi fenilpropanolamin
hidroklorida dan klorfeniramin maleat. Fenilpropanolamin hidroksida adalah
golongan obat adregernik yang jika dibandingkan dengan efedrin, durasi kerjanya
lebih panjang, efek sentral dan efek terhadap jantung jauh lebih rendah.
Fenilpropanolamin hidroklorida digunakan sebagai dekongestan hidung. Sementara
itu, klorfeniramin maleat adalah senyawa antihistamin, yaitu zat-zat yang dapat
mengurangi atau menghalangi efek histamine.
Dalam
pengawasan mutu, perlu adanya control kualitatif dan kuantitatif zat berkhasiat
dalam obat. Fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat dalam
bentuk bahan baku maupun dalam sediaan tablet masing-masing dapat ditentukan
kadarnya secara titrasi bebas air, sedangkan penetapan kadar campuran
fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat dalam sediaan kapsul
dilakukan secara HPLC.
Fenilrpopanolamin
hidroklorida dan klorfeniramin maleat dalam struktur kimianya memiliki gugus
kromofor sehingga keduanya memiliki serapan pada daerah UV.
Serapan maksimum
klorfeniramin maleat dalam pelarut asam terjadi pada panjang gelombang 265 nm,
sedangkan untuk fenilpropanilamin hidroklorida dengan panjang gelombang 251,
257, 263 nm.
BAB II
ISI
A.
TUJUAN
Mahasiswa
dapat melakukan dan menjelaskan :
1.
metode
spektrofotometri UV-Vis
2.
tahapan
pengukuran analisis
3.
mengetahui
komponen spektro
4.
fungsi
masing-masing komponen instrument spektrofotometri UV-Vis
5.
penetapan
kadar fenilpro dan CTM dengan spektrofotometri UV-Vis
6.
validasi
metode dan kalibrasi alat instrument
7.
pengolahan
data dan menyimpulkan hasil percobaan
B.
PINSIP
DASAR METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
Pengukuran molekul
melalui ekstasi electron dari keadaan energy dasar ke keadaan energy
tereksitasi dengan adanya energy (E) atau panjang gelombang (l) yang sesuai. Energy yang berasal dari sumber radiasi Lampu
Tungsten untuk UV-Vis. Dengan daerah pengukuran panjang gelombang 220 – 280 nm
untuk spektrofotometri UV-Vis guna menentukan panjang gelombang maksimum yang
memberikan serapan maksimum fenilpropanolamin HCl dan klorfeniramin maleat.
C.
BAHAN
1.
Fenilpropanolamin
HCl
2.
Chlorpheniramine
maleat
3.
HCl
0.1N sebagai pelarut
D.
ALAT
1.
Spektrofotometer
UV-VIS
2.
Kuvet
3.
Labu
ukur 100 ml
4.
Labu
uku 25 ml
5.
Pipet
volume 4 ml, 8ml, 10ml, 25 ml
E.
PROSEDUR
Pembuatan
larutan verifikasi
1.
Pembuatan
larutan baku kerja fenilpropanolamin HCl
a.
Timbang
200 mg fenilpropanolamin HCl ke dalam labu ukur 100 ml. tambahkan HCl 0,1 N ad
garis tanda, lalu kocok ad larut. >> BI-FP 2000 ppm
b.
Isikan
ke dalam masing-masing 5 labu ukur 25,0 ml berurutan
-
1,0 ml
lar. BI-FP ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (80 ppm)
-
3,0
ml lar. BI-FP ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (240 ppm)
-
4,0
ml lar. BI-FP ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (320 ppm)
-
5,0
ml lar. BI-FP ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (400 ppm)
2.
Pembuatan
larutan baku induk klorfeniramin Maleat
a.
Timbang
24 mg klorfeniramin maleat ke dalam labu ukur 100 ml. tambahkan HCl 0,1 N ad
garis tanda, lalu kocok ad larut. >> BI-CTM 240 ppm
b.
Isikan
ke dalam masing-masing 5 labu ukur 25,0 ml berurutan
-
1,0
ml lar. BI-CTM ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (9,60 ppm)
-
2,0
ml lar. BI-CTM ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (19,2 ppm)
-
3,0
ml lar. BI-CTM ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (28,8 ppm)
-
4,0
ml lar. BI-CTM ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (38,3 ppm)
-
5,0
ml lar. BI-CTM ditambah HCl 0,1 N ad garis tanda (48,0 ppm)
3. Sampel ditimbang setara
dengan 15mg fenilpropanolamin HCl dan 2 mg CTM, kemudian di ad-kan ke dalam
labu ukur 25,0 ml lalu disaring. Filtrat di pipet 4ml lalu di adkan 10ml.
4.
Ukur
serapan atau absorban salah satu larutan baku fenilpropanolamin HCl dan larutan
baku CTM dengan kuvet 1 cm untuk menentukan (l maks). Kedua kurva di overlay sehingga diperoleh l perpotongan antara kedua kurva.
5.
Ukur
serapan / absorban larutan baku fenilpropanolamin HCl dan larutan baku CTM pada
3 l yang telah ditentukan.
6.
Hitung
F.
HITUNG
l (nm)
|
Fenilpropanolamin hidroklorida (adisi
baku)
|
Klorfeniramin maleat
|
|
256,7
|
y = 8,4382.10-3 + 1,6473. 10-3 x
|
y = -2,2880.10-3 + 0,0389
x
|
|
r = 0,9999
|
r = 0,9999
|
||
262,6
|
y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x
|
y = 0,0281 + 0,0366 x
|
|
r = 0,9998
|
r = 0,9997
|
||
Dari
data table hasil persamaan garis regresi dan koefisien korelasi analit yaitu :
absorban
Fenilpropanolamin
HCl
BK-FP
1 àl 256,7 ; y = 8,4382.10-3
+ 1,6437.10-3 x 80 ppm = 0,1340
l 262,6 ; y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x 80 ppm = 0,1522
BK-FP 2 à l 256,7 ; y = 8,4382.10-3 + 1,6437.10-3 x 160
ppm = 0,2714
l 262,6 ; y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x 160 ppm = 0,2575
BK-FP 3 à l 256,7 ; y = 8,4382.10-3 + 1,6437.10-3 x 240
ppm = 0,4029
l 262,6 ; y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x 240 ppm = 0,4013
BK-FP 4 à l 256,7 ; y = 8,4382.10-3 + 1,6437.10-3 x 320 ppm =0,5344
l 262,6 ; y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x 320 ppm = 0,5259
BK-FP 5 à l 256,7 ; y = 8,4382.10-3 + 1,6437.10-3 x 400
ppm = 0,6659
l 262,6 ; y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x 400 ppm = 0,6504
Baku klorfeniramin maleat
BK-CTM 1 à l 256,7 ; y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x 9,6 ppm = 0,3140
l 262,6 ; y = 0,0281 + 0,00366 x 0,96 ppm = 0,0316
BK-CTM 2 àl 256,7 ; y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x 19,2 ppm = 0,0724
l 262,6 ; y = 0,0281 + 0,00366 x 1,92 ppm = 0,0351
BK-CTM 3 à l 256,7 ; y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x 2,88 ppm = 0,1097
l 262,6 ; y = 0,0281 + 0,00366 x 2,88 ppm = 0,0386
BK-CTM 4 à l 256,7 ; y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x 3,83 ppm = 0,1467
l 262,6 ; y = 0,0281 + 0,00366 x 3,83 ppm = 0,0421
BK-CTM 5 à l 256,7 ; y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x 4,80 ppm = 0,1844
l 262,6 ; y = 0,0281 + 0,00366 x 4,80 ppm = 0,0457
Bets
|
Fenilpropanolamin
|
Klorfeniramin
maleat
|
||
Kadar (%)
|
KV (%)
|
Kadar (%)
|
KV (%)
|
|
1
|
100,23
|
0,2383
|
99,84
|
0,5289
|
2
|
100,21
|
0,2139
|
99,59
|
0,3182
|
3
|
99,87
|
0,4962
|
99,67
|
0,3520
|
FP
Bets
1 à 100,23 % = 15mg x 100,23 /
100 = 15,0345 mg
Difiltrat 4
ml ad 10 ml = 240,552 ppm
Bets
2 à 100,21 % = 15 mg x 100,21
/ 100 = 15,0315 mg
Difiltrat 4
ml ad 10 ml = 240,504 ppm
Bets
3 à 99,87 % = 15 mg x 99,87 /
100 = 14,9805 mg
Difiltrat 4
ml ad 10 ml = 239,688
CTM
Bets
1 = 99,84 % = 2 mg x 99,84 / 100 = 1,9968 mg
Difiltrat
4 ml ad 10 ml = 31,9488 ppm
Bets
2 = 99,59 % = 2mg x 99,59 / 100 = 1,9918 mg
Difiltrat 4 ml ad 10 ml
= 31,8688 ppm
Bets
3 = 99,67 % = 2mg x 99,67 / 100 = 1,9934 mg
Difiltrat 4 ml ad 10 ml
= 31,8944 ppm
256,7
à y = 1,6473.10-3 Xf + 0,0389 Xc + 6,1501.10-3
Bets
1 = 1,6473.10-3 (240,552) + 0,0389 (31,9488) + 6,1501.10-3 = 1,6452
Y
= 1,5569.10-3 (240,552) + 0,0366 (31,9488) + 0,0558 = 1,5996
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Harga daya
serap kedua analit pada :
Panjang gelombang
|
Fenilpropanolamin HCl
|
Klorfeniramin maleat
|
l 256,7 nm
|
0,9024
|
0,7136
|
l 262,6
nm
|
15,6082
|
17,4061
|
Dari hasil
tersebut dapat dapat dirumuskan persamaan simultan berdasarkan persamaan 1 dan
2 untuk penentuan konsentrasi analit, yaitu rumus regresi yang dipakai pada
jurnal ini tidak sama dengan jurnal praktikum tetapi pada prinsipnya sama
menggunakan subtitusi.
A1 –
Ad1 = 0,9024 cx + 15,6082 cy
A2 –
Ad2 = 0,7136 cx + 17,4061 cy
Dengan A1 dan
A2 = serapan total dari campuran fenilpropanolamin
HCl dan CTM dalam sampel pada (lamda 1
dan lamda 2)
Ad1
dan Ad2 = serapan adisi baku pembanding
fenilpropanolamin HCl pada (lamda 1 dan 2)
Cx
= konsentrasi fenilpropanolamin HCl (ppm)
Cy =
konsentrasi klorfeniramin maleat (ppm)
Pada uji perolehan kembali atau
recovery didapatkan hasil untuk fenilpropanolamin HCl 99,93±0,43% dan untuk
klorfeniramin maleat 99,76±0,39%. Presisi metode spektrofotometri UV untuk
penentuan kadar kedua analit ditunjukkan dengan nilai KV < 2%.
Gambar 1: Spektrum serapan ultraviolet fenilpropanola-min
hidroklorida, klorfeniramin maleat,
dan campurannya dalam
pelarut asam klorida 0,1 N, (1) spektrum serapan fe-nilpropanolamin
hidroklorida, (2) spektrum
serapan klor-feniramin maleat, dan (3) spektrum serapan campuran
fenilpropanolamin
hidroklorida dan klorfeniramin maleat.
Gambar 2 :
Kurva stabilitas serapan ultraviolet fenilpropanolamin hidroklorida dengan
adisi baku fenilpropanolamin hidroklorida 500 g/ml pada panjang gelombang
256,7 nm (a) dan klorfeniramin maleat pada panjang gelombang 262,6 nm (b).
Tabel
1. Persamaan garis regresi dan koefisien korelasi analit.
l
(nm)
|
Fenilpropanolamin
hidroklorida (adisi baku)
|
Klorfeniramin
maleat
|
|
256,7
|
y = 8,4382.10-3 + 1,6473. 10-3 x
|
y = -2,2880.10-3 + 0,0389 x
|
|
r = 0,9999
|
r = 0,9999
|
||
262,6
|
y = 0,0277 + 1,5569.10-3 x
|
y = 0,0281 + 0,0366 x
|
|
r = 0,9998
|
r = 0,9997
|
||
Tabel 2. Kadar
dan KV fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat yang ditentukan
secara simultan menggunakan metode spektrofotometri
Bets
|
Fenilpropanolamin
hidroklorida
|
Klorfeniramin
maleat
|
||||
Kadar
(%)
|
KV (%)
|
Kadar (%)
|
KV (%)
|
|||
1
|
100,23
|
0,2383
|
99,84
|
0,5289
|
||
2
|
100,21
|
0,2139
|
99,59
|
0,3182
|
||
3
|
99,87
|
0,4962
|
99,67
|
0,3250
|
KESIMPULAN
Penetapan simultan kadar fenilpropanolamin hidroklorida dan
klorfeniramin maleat dalam sediaan tablet secara spektrofotometri UV dengan
pelarut asam klorida 0,1 N pada panjang gelombang 256,7 nm dan 262,6 nm
memberikan rentang konsentrasi yang masih linear terhadap serapan
berturut-turut 0–1248,8 µg/ml dan 0–53,2 µg/ml masing-masing untuk
fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat. Persentase perolehan
kembali untuk fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat
berturut-turut, 99,93% ± 0,43% dan 99,76%±0,39%, dengan KV masing-masing yang
kurang dari 2%, serta nilai t hitung untuk fenilpropanolamin hidroklorida dan
klorfeniramin maleat dari populasi data pada adisi 25% dan 50% yang lebih kecil
dari nilai t tabel pada derajat kebebasan 9 dan probabilitas 0,05 (n=10). Hal
ini menunjukkan metode yang dikembangkan memiliki akurasi dan presisi yang
memadai, sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran
fenilpropanolamin hidroklorida dan klorfeniramin maleat dalam sediaan tablet.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sulistia
GG, Rianto S, Frans DS, Purwatyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi
IV.
Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1995. hal. 252, 487-93.
2.
Tan
HT, Rahardja K. Obat-obat penting. Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan; 2002. hal. 115, 773, 765.
3.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan; 1995. hal. 135-36, 293.
4.
United States
Pharmacopeia Convention. The
United States pharmacopeias 29. The National Formulary 24. Rockville: United
States Pharmacopeial Convention Inc; 2006. p. 486,782.
5.
United States
Pharmacopeia Convention. The
United States pharmacopeias 28. The National Formulary 23. Rockville: United
States Pharmacopeial Convention Inc; 2005. p. 448,1545-56.
6.
British
Pharmacopeias Commision. British pharmacopoeia Vol I and II. London: Her
Majesty’s Stationery Office; 2003. p. 454-5,1471-2.
7.
Moffat
AC. Clarke’s isolation and identification of drug. 2nd ed. London:
The Pharmaceutical Press; p. 456-7, 895-6.
8.
Roth
HJ, Blaschke G. Analisis farmasi. Diterjemahkan
oleh Kisman S,
Ibrahim S. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press; 1988. hal. 373-9.
9.
Panda SK,
Sharma AK. Simutaneous s p e c t r o p h o t o m e t r i c e s t i m
a t i o n o f phenylpropanolamine HCl, bromhexine HCl, and chlorpheniramine
maleate. Indian J of Pharm Sci. 1999.61(2):116-8.
10. Wade A, Weller PJ. Handbook of pharmaceutical excipients. 2nd
ed. London: The Pharmaceutical Press; 1994. p. 84, 280, 424, 483.
11. Schefler WC. Statistik untuk biologi, farmasi, kedokteran dan ilmu
yang bertautan. Diterjemahkan oleh Suroso. Bandung: Penerbit ITB Press; 1987.
hal. 71-103.
0 komentar:
Posting Komentar